Selasa, Maret 18, 2008

Email dari ka' Yusuf

Membasuh Jiwa Dengan Mahabbah


Jika sampai di pengujung waktu, saat napas tinggal satu-satu, rasa sakit yang paling ringan seperti ditusuk tiga ratus pedang, tak terbayang bagaimana keadaan saat itu. Dan ini pasti akan akan kita alami kelak.

Kita tentu sering memikirkan bagaimana memahami perasaan orang lain. Namun, sering pula kita tidak terpikir untuk memahami Allah. Kita terbiasa terdogma asal bapak/ibu senang. Tapi, tak pernah terpikir untuk membuat Allah senang.

Dunia telah melenakan kita. Sedangkan masalah akhirat selalu gagal memesonakan kita. Selama 24 jam sehari, 30 hari dalam sebulan, dan 12 bulan dalam setahun, kita hanya mampu mengorganisasi tubuh tanpa terpikir apakah jiwa kita sudah terstruktur dengan baik.

Saat kita meminta hak kita untuk dipenuhi Allah lewat doa, jarang terlintas apakah kita sudah menunaikan kewajiban kita terhadap-Nya. Hidup benar-benar terasa tidak seimbang. Sebab, nikmat sesaat jauh lebih diterima daripada nikmat yang benar-benar nikmat.

Jasad dengan tubuh sempurna adalah kekayaan awal yang diberikan Allah. Bagi mereka yang cacat fisik, diberikan kelebihan lain yang tidak dimiliki orang dengan fisik sempurna. Semua sulit terduga. Ilmu kita terlalu kecil untuk bisa tahu rahasia Allah di luar kapasitas kita yang memang serba terbatas.

Dunia bukan milik orang-orang malas. Langit yang ditinggikan tanpa tiang dan bumi yang terhampar luas adalah tanda bagi orang yang berpikir. Sebab, kita telah diberi modal yang penting: otak.

Kini, kita mulai tersekat hidup dengan selembar kertas. Selembar kertas yang bertulisan nama diri dan jenjang pendidikan yang didapat. Kertas itu menjadi legitimasi yang terkadang membuat kewajiban kita terbengkalai karena sibuk dengan aktivitas yang menyita banyak waktu. Kapan waktu untuk Allah?

Ketika tak tahu malu sudah menjadi budaya, korupsi uang dan waktu dianggap biasa. Saat jabatan lebih prestisius untuk dikejar, lima menit dalam lima waktu untuk Allah menjadi tergadai. Waktu berlalu sia-sia.

Berapa umur kita sekarang? Semakin bertambah umur, sisa kontrak kita hidup di dunia tinggal sedikit. Pantaskah kita tersenyum dan gembira saat menyambut hari ulang tahun? Naif. Betapa naifnya kita. Padahal, sejatinya dengan bertambahnya usia kita seharusnya semakin takut.

Jika gagal me-manage waktu, kita selalu menyalahkan Allah yang tidak memperhatikan diri kita, menganggap bahwa doa hanya sewujud doa mekanis. Allah jarang mendapat tempat yang sepantasnya di hati kita. Padahal, siapa sesungguhnya kita? Cuma zat yang diciptakan dari tanah lalu ditinggikan derajatnya karena akal budi yang diberikan Allah. Lantas, pantaskah kita bangga?

Sesungguhnya, mudah sekali mempersatukan perbedaan. Namun, kita terlampau membuat itu menjadi sulit terwujud. Kita tak pernah berniat untuk menjadi lebih baik daripada kemarin dan hari ini. Inilahbukti kebodohan kita. Kita sering menari-nari di atas sepotong kue ketidakberdayaan kita sendiri.

Telah datang lima waktu bercinta. Terbangun di atas mihrab cinta yang agung dalam percikan air suci saat beberapa anggota tubuh terbasuh. Cinta semakin menyatu saat tangan kanan beramal, tangan kiri tidak tahu. Ternyata, kita kecil. Bukan apa-apa. Lalu, mengapa kita malu mengakui kekerdilan jiwa kita?



terimakasih bwt ka' Yusuf yg udah ngirimin artikel ini ke saya

(Artikel ini dibuat oleh saudara Eko Presetyo dan pernah dimuat dalam eramuslim.com)



-sandie-

5 komentar:

Eko Prasetyo mengatakan...

Allah SWT maha melihat. Mengapa Anda memposting tulisan orang lain dengan mengaku sebagai tulisan Anda? Tulisan tersebut telah dipublikasikan lewat media eramuslim dan dibaca banyak orang sebagai bacaan dakwah. Tidakkah Anda malu pada diri Anda sendiri, juga kepada Allah?

Eko Prasetyo mengatakan...

Membasuh Jiwa dengan Mahabbah bukan tulisan Muhammad Yusuf..

Anonim mengatakan...

Waduh...baru baca nih komentarnya pak Eko, Anda benar bahwa artikel ini bukan tulisan saya namun saya ambil dari millis teman saya.dan anda juga benar bahwa Allah itu melihat dan mengetahui apa saja yang akan dilakukan oleh hambanya.Perlu di ketahui bukan maksud saya untuk memposting artikel ini tapi tidak lebih hanya mempublikasikan apa yang telah saya baca untuk menjadi bahan acuan dan pembelajaran untuk kita semua.Alangkah baiknya kita mencari informasi yang lebih banyak atau detail akan sesuatu hal sebelum kita memutuskan atau menetapkan sesuatu.Apalagi kalo menyangkut orang lain.Agar apa yang telah kita lontarkan sesuai dengan fakta yang sebenarnya.sehingga kita semua bisa terhindar dari sifat suuzhon.

Terima Kasih,
Yusuf

Anonim mengatakan...

Dear Rekan-rekan,

Mohon Di re_cek kembali email yang saya forward tentang artikel ini.Apakah ada peryataan saya yang menyatakan bahwa tulisan ini adalah karya saya sendiri??Mohon infonya yah??biar gak terjadi salah faham diantara kita.terima kasih yah.

Regards,
Yusuf

Eko Prasetyo mengatakan...

Assalammualaikum.
Awalnya, saya membaca posting ini ditulis oleh: Muhammad Yusuf. Sebenarnya saya tak ingin mempermasalahkan itu. Silakan antum baca komentar di blog saya oleh Sandy. Afwan sebelumnya. Jaga salat dan sukses..